Mutiara Dari Pinggiran

Refleksi Seorang Katekis Volunteer di Paroki Pedalaman Keuskupan Amboina
Selama hampir setahun saya menjalani masa pelayanan sebagai Katekis Volunteer di salah satu paroki pedalaman Keuskupan Amboina, banyak pengalaman yang mengajarkan saya arti sebenarnya dari pengabdian dan keikhlasan. Paroki ini terletak jauh dari kota, dengan akses yang cukup sulit dan terbatasnya fasilitas. Namun, di balik semua tantangan tersebut, saya menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tidak terhingga.
Awalnya, saya datang dengan semangat dan idealisme tinggi. Saya ingin mengajar, membimbing, dan memberikan yang terbaik bagi umat yang ada di sini. Namun, kenyataannya tidak selalu sesuai harapan. Banyak hal yang harus saya pelajari dari mereka, lebih banyak daripada yang saya ajarkan. Umat di sini hidup sederhana, namun mereka memiliki kekuatan iman yang luar biasa. Dalam kesulitan dan keterbatasan hidup mereka, saya melihat sebuah keteguhan hati yang tidak mudah tergoyahkan.
Melalui setiap misa yang saya dampingi, setiap doa bersama yang saya pimpin, saya merasakan betapa besar kebutuhan mereka akan pembinaan rohani. Terkadang, meskipun jauh dari kota, umat di paroki ini memiliki rasa kebersamaan yang sangat kuat. Mereka saling mendukung dalam suka dan duka, dan itulah yang membuat mereka tetap teguh dalam iman.
Saya juga seringkali merasa terbatas dengan pengetahuan dan keterampilan saya. Banyak hal yang belum saya pahami tentang budaya dan cara hidup mereka. Namun, setiap hari, saya belajar untuk mendengarkan dan memahami mereka lebih baik. Komunikasi yang sederhana, sering kali melalui tatapan mata atau bahasa tubuh, menjadi cara kami saling menguatkan. Saya juga belajar bahwa kasih Tuhan tidak membutuhkan banyak kata-kata; kadang-kadang, hanya kehadiran dan perhatian saja yang sudah cukup.
Di akhir masa kontrak saya sebagai Katekis Volunteer ini, saya menyadari bahwa meskipun saya datang untuk mengajar, sesungguhnya saya juga banyak belajar dari umat yang saya layani. Pengalaman ini mengajarkan saya pentingnya kesabaran, pengabdian tanpa pamrih, dan bagaimana hidup dalam kasih yang murni. Tuhan bekerja dengan cara yang luar biasa, bahkan dalam keterbatasan, dan saya bersyukur bisa menjadi bagian dari perjalanan iman mereka.
Tahun ini mungkin akan berakhir, tetapi ikatan batin yang terbentuk dengan umat paroki ini akan terus saya bawa dalam perjalanan hidup saya ke depan. Tuhan memberkati mereka, dan juga saya, dengan pengalaman yang tiada ternilai. (NN)